Kamis, 26 Desember 2013

RELAWAN HIV/AIDS KECAMATAN BEJI

Virus HIV / AIDS saat ini menjadi momok tersendiri di tengah - tengah masyarakat. Dan tentunya hal ini menjadi keprihatinan sendiri buat kita semua.
Belum lama ini di Kecamatan Beji membentuk para RELAWAN HIV / AIDS yang anggotanya adalah begian dari kader TP.PKK Kecamatan Beji.
Para Relawan HIV / AIDS ini bergerak untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu HIV / AIDS. Dan merekapun berusaha untuk member pemahaman dan membuang stigma yang seolah - olah apabila seseorang terjangkit HIV / AiDS itu bergaulnya tidak bener dan menjauhi orang yang terjangkit HIV / AIDS tersebut.

Selamat Bekerja para Relawan, kalian telah mau  berbagi waktu kepada masyarakat dan semoga Yang Maha Kuasa akan membalas kerelawanaan kalian dengan amal kebaikan dan rezeki yang berlimpah. Amin
Foto - foto terkait ;







Minggu, 22 Desember 2013

TIGA MINUMAN YANG TIDAK BOLEH DISAJIKAN PANAS

Pada umumnya di suasana cuaca yang cukup dingin, membuat minuman panas semakin terasa nikmat untuk diminum. Namun sesungguhnya, tidak semua minuman baik bila kita sajikan panas. Terutama bila kita juga ingin mengambil manfaat gizi dari minuman tersebut.
Menurut buku yang pernah say abaca, ada keterangan dari Dokter Samuel Oetoro, beliau adalah seorang dokter spesialis gizi klinik, penyajian panas, terutama penyeduhan dengan menggunakan air yang sangat panas bisa dan akan merusak zat gizi tertentu.
Dan untuk sekedar berbagi dan bukan bermaksud menggurui serta sebagai bahan pengetahuan buat kita semua, berikut adalah beberapa jenis minuman yang sebaiknya tidak disajikan panas.
1.  TEH HIJAU
Teh hijau itu mengandung EPIGALLOTECHIN GALLATE yang merupakan antioksidan Poten yang bisa rusak ketika diseduh dalam suhu yang tinggi. Sebaiknya menyeduh teh itu tidak dengan air yang mendidih, melainkan dengan air yang tidak lebih bersuhu 70 derajat celcius. Untuk dapat memperoleh antioksidan yang optimal dari teh, maka untuk satu cangkir memerlukan 3 gram teh. Sedangkan untuk penggunaan teh celup, maka janganlah mencelupkannya lebih dari tiga kali, hal ini untuk menghindari kontaminasi dari kantung teh tersebut.
Selain itu sebaiknya janganlah menyimpan teh hijau lebih dari 6 bulan agar kandungan antioksidannya tidak rusak. Dan untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari mengkonsumsi teh hijau, sebaiknya kita mengkonsumsinya tiga sampai lima cangkir dalam sehari.
2.  JERUK
Jeruk adalah salah satu buah yang sarat akan kandungan Vitamin C. Dan bila kita tilik sifat dari pada vitamin C, diman vitamin C ini tidak tahan terhadap panas, maka sebaiknya kita tidak menyeduhnya dengan menggunakan air panas. Setidaknya bila kita menyajikan minuman jeruk itu dengan suhu ruang.
3.  SUSU
Susu itu mengandung protein tertentu yang bisa rusak kita kita seduh dengan air panas. Protein tertentu dalam susu akan mengalami denaturasi dalam suhu lebih dari 80 derajat celcius. Maka dari itu, bila kita akan menyajikan minuman susu, cukup kita seduh dengan menggunakan air hangat saja, agar kandungan proteinnya tidak rusak.

Demikianlah tiga jenis minuman yang akan rusak kandungan zat - zat bergunanya bagi tubuh kita bila kita sajikan dengan menggunakan air mendidih yang bersuhu panas. Semoga ini bisa bermanfaat  buat kita semua, terutama saya agar sajian minum yang kita konsumsi tersebut tidak hanya sekedar rasa pelepas dahaga dan mubazir kandungan zat yang ada di dalamnya yang sesungguhnya penting dan sangat berguna untuk tubuh kita. Minuman atau makanan sehat tidak akan lagi sehat bila kita salah dalam menyajikannya.

BAHAYANYA MINUM MANIS

Fenomena dampak buruk minuman manis terhadap kesehtan, tanpaknya semakin nyata. Sebuah studi terbaru mengindikasikann bahwa minuman manis mungkin harus bertanggung jawab atas sekitar 200.000 kematian yang terjadi di setiap tahunnya di seluruh dunia.

Para peneliti menganalisa data dari penyakit global untuk menentukan hubungan kematian dengan konsumsi soda dan minuman manis lainnya. Mereka ( Para Peneliti ) mengaitkan minuman manis tersebut dengan 133.000 kematian akibat diabetes, 44.000 kematian akibat penyakit jantung dan 6.000 kematian akibat penyakit kanker. Sebanyak 78% dari kematian tersebut terjadi di Negara yang berpendapatan rendah hingga sedang, dan 22% terjadi di Negara - Negara kaya.

Meskipun belum ada pembuktian sebab akibat, ternyata minuman manis mempunyai kontribusi pada penambahan berat badan sehingga meningkatkan resiko penyakit degenerative seperti diabetes, penyakit jantung dan bahkan beberapa jenis kanker.

Negara - Negara di Amerika Latin dan Karibia, memiliki kematian akibat diabetes tertinggi yang berkaitan dengan minuman manis. Rusia Timur dan Tengah memilki jumlah kematian akibat penyakit jantung terbesar. Dan Mesiko yang merupakan Negara yang tingkat konsumsi minuman manis tertinggi di dunia memiliki tingkat kematian secara keseluruhan terbesar. Di Meksiko, ada 318 kematian persatu juta orang dewasa setiap tahunnya yang berkaitan dengan pengkonsumsian minuman manis,

Jepang yang merupakan Negara yang populasinya paling sedikit mengkonsumsi minuman manis, memiliki tingkat kematian terendah yaitu 10 kematian persatu juta orang dewasa.

Temuan temuan tersebut di atas saya ambil dari hasil pertemuan Epidemiologi dan Pencegahan / Nutrisi, Aktivitas dan Metabolisme yang diselenggarakan oleh American Heart Association. Dan yang menghadirkan temuan tersebut dan mengungkapkannya dalam pertemuan ini adalah Gitanjali Singh dari Harvard School Public Health di Boston.
Minuman manis yang sangat menggiurkan disaat kita sedang dilanda rasa haus, ternyata memang mengandung unsur yang merugikan kesehatan kita. Kita boleh kok mengkonsumsi minuman - minuman manis, tapi tidak mengkonsumsinya terlalu sering dan overload.

semoga semua ini dapat berguna buat kita semua.

Rabu, 18 Desember 2013

ASAL USUL NAMA JALAN MARGONDA

Margonda yang kini menjadi nama jalan protocol dan pusat bisnis di Kota Depok, tidak diketahui persis asal muasalnya. Konon, nama Margonda itu berasal dari nama seorang pahlawan yang bernama Margonda. Keluarga yang mengklaim sebagai anak keturunan Margonda sendiri ( di Cipayung - Depok ) sampai sekarang belum dapat memberikan informasi mengenai sepak terjang ataupun lokasi makam Margonda. Yang jelas, nama Margonda kini sangat identik sekali dengan Kota Depok. Sebut saja “Margonda”, maka pasti orang - orang akan mengasosiakannya dengan Kota Depok, beserta segala hiruk pikuknya aktivitasnya yang semakin berkembang……….

Pernah berkunjung ke Depok, Jawa Barat?  Memasuki kota di pinggiran selatan Jakarta itu, sebuah jalan utama akan menyambut Anda.  Jalan Margonda menjadi gerbang utama memasuki kota yang dikenal dengan buah belimbingnya.

Hampir semua aktivitas perekonomian tumplek di jalan itu. Dari kantor pusat pemerintahan, terminal bus, stasiun kereta api, rumah sakit, berbagai kampus perguruan tinggi, sekolah, kantor Polres, perumahan, hotel, berbagai pusat kuliner hingga mal-mal. Singkat kata, semua isi kota Depok ada di jalan ini. Tapi, tahukah Anda siapa Margonda yang menjadi nama jalan tersebut?

Menelusuri sejarah Margonda berarti kembali ke masa-masa revolusi saat peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang. Wenri Wanhar, penulis buku 'Gedoran Depok:  Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955' menyebut Margonda adalah nama seorang pemuda yang belajar sebagai analis kimia dari Balai Penyelidikan Kimia Bogor. Lembaga ini dulunya bernama Analysten Cursus. Didirikan sejak permulaan perang dunia pertama oleh Indonesiche Chemische Vereniging, milik Belanda.

Memasuki paruh pertama 1940-an, Margonda mengikuti pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen Penerbangan Belanda. Namun tidak berlangsung lama, karena 5 Maret 1942 Belanda menyerah kalah, dan bumi Nusantara beralih kekuasaannya ke Jepang.  Margonda lantas bekerja untuk Jepang. 

Saat Jepang takluk dengan bom atom Amerika di Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945, Margonda ikut aktif dengan gerakan kepemudaan yang membentuk laskar-laskar.  Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda lokal di wilayah Bogor dan Depok mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang bermarkas di Jalan Merdeka, Bogor. Sayangnya, umur Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di bawah pimpinan Margonda relatif singkat. Mereka pecah dan anggotanya bergabung dengan BKR, Pesindo, KRISS dan kelompok kecil sejenis lainnya.

Sementara itu, wilayah Depok sejak lama menjadi 'daerah istimewa'. Wilayah ini dikuasai oleh tuan tanah asal Belanda yang bernama Cornelis Chastelein. Dia merupakan rombongan awal orang Belanda yang datang pada masa awal kolonisasi VOC di Jawa. 

Sejarah juga menyebut, Depok sudah lebih dulu merdeka sejak 28 Juni 1714. Mereka punya tatanan pemerintahan sendiri yakni Gemeente Bestuur Depok yang bercorak republik.  Pimpinannya seorang presiden yang dipilih tiga tahun sekali melalui Pemilu. Chastelein mewariskan seluruh tanahnya kepada 12  marga budaknya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan memerdekakan mereka dalam wasiat yang dibuatnya sebelum meninggal.
Meski bermuka pribumi dan berkulit coklat, 12 marga dan keturunan mereka bergaya hidup seperti orang Eropa, buah didikan sang tuan. Mereka inilah yang disebut sebagai 'Belanda Depok'.  Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Belanda.

Kembali ke masa revolusi, banyaknya kelompok kecil  laskar dan para pejuang berakibat petaka bagi para Belanda Depok itu. Pada 11 Oktober 1945,  meletus peristiwa Gedoran Depok. Depok diserbu para pejuang kemerdekaan. Para pejuang menilai orang Depok tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.
Depok pun dikuasai para pejuang. Kantor Gemeente Bestuur berubah fungsi menjadi markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) batalyon ujung tombak Jawa Barat pimpinan Ibrahim Adjie.

Sayangnya, dalam peristiwa itu, jejak sejarah Margonda tidak tercatat. Yang pasti, beberapa hari kemudian, pasukan NICA yang datang membonceng Sekutu menyerbu Depok untuk membebaskan orang Depok yang ditawan TKR. Pejuang berhasil dipukul mundur. Tawanan wanita dan anak-anak Depok dibebaskandan dibawa ke kamp  pengungsian di Kedunghalang, Bogor. 

Memasuki bulan November, para pejuang yang tercerai-berai kembali menjalin koordinasi dan menyusun kekuatan.  Mereka berencana merebut kembali Depok dari tangan NICA. Mereka menyusun sebuah serangan yang menggunakan sandi 'Serangan Kilat'. Pasukan NICA kelabakan tapi Depok gagal direbut pejuang. Kedua pihak mengalami korban yang banyak.

Saat peristiwa itulah, keberadaan Margonda kembali muncul. Di antara ratusan pejuang yang gugur hari itu, terdapat  Margonda, pimpinan AMRI. Margonda gugur pada tanggal 16 November 1945, di daerah bersungai di kawasan Pancoran Mas, Depok. Sungai yang bermuara di Kali Ciliwung itu menjadi saksi gugurnya Margonda.
Nama Margonda tercatat di Museum Perjuangan Bogor bersama ratusan pejuamg yang gugur. Semasa berjuang, Margonda berkawan dekat dengan Ibrahim Adjie dan TB Muslihat. TB Muslihat senasib dengan Margonda. Dia gugur dalam pertempuran. Pemerintah Bogor membangun patung TB Muslihat di Taman Topi, sekitar stasiun Bogor. Sementara Ibrahim Adjie, berhasil selamat. Dia berkarir menjadi tentara dengan jabatan akhir Pangdam Siliwangi. 

"Seingat saya, nama Jalan Margonda sudah ada sejak 1980-an"

Foto - foto terkait :




Senin, 18 November 2013

KELURAHAN PONDOK CINA BERPAWAI DI PEMBUKAAN MTQ XIV KOTA DEPOK DI KECAMATAN CIPAYUNG

Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji yang tergabung dalam Kafilah Kecamatan Beji,  pada hari Jum’at tanggal 15 Nopember 2013, turut ambil bagian dalam acara Pawai Pembukaan MTQ XIV Tingkat Kota Depok yang dilaksanakan di kecamatan Cipayung Depok.

Dengan begitu antusiasnya mereka mengikuti kegiatan tersebut walaupun mereka harus berjalan cukup jauh di bawah teriknya matahari yang membuat mereka harus bermandikan peluh.
Tetapi sekali lagi hal tersebut tidak bisa mengurangi dan menyrytkan antusias mereka dalam mengikuti Pawai Pembukaan MTQ XIV Kota Depok ini.

Pawai pembukaan MTQ XIV Kota Depok ini berjarak kurang lebih 1 Km yang diawali dari Kantor Kecamatan Cipayung dan diakhiri di lapangan tempat penyelenggaraan MTQ XIV Kota Depok.

Dan mereka selaku bagian dari Kafilah Kecamatan Beji, disambut dengan hangat oleh Bapak H. Nur Mahmudi Ismail selaku Wali Kota Depok dan Ibu yang didampingi oleh Bapak. KH Idris Abdul Somad  selaku Wakil Wali Kota Depok beserta Ibu.

Semoga MTQ XIV Kota Depok ini akan menghasilkan para pembaca Al-Qur’an yang baik dan handal serta berbobot.

Amin…















Minggu, 17 November 2013

SI PITUNG

Bagi masyarakat Betawi, Pitung adalah pahlawan. Ia hidup di abad 19, warga Rawabelong, dengan ayahnya, Piun, asal Cirebon dan ibunya, Pinah, dari Betawi.
Dan saya yakin kita semua pernah menyaksikan dan melihat film tentang si Pitung ini yang terdiri atas empat buah film.
Si Pitung menjadi terkenal bukan hanya karena keberaniannya melawan Belanda, tapi juga kepeduliannya terhadap nasib rakyat yang tertindas oleh kekuasaan Belanda dan tuan tanah.
Saat itu, kehidupan sosial masyarakat sangat tidak manusiawi. Para tuan tanah tak segan-segan meminta pajak yang tinggi kepada para penduduk terutama para petani. Bila para petani tidak bisa segera membayar pajak sesuai dengan jatuhnya tempo, maka para begundal tuan tanah itu akan memaksa para petani tersebut dengan cara-cara kasar. Nah dalam situasi seperti itu, munculah Si Pitung.


Dalam perjalanannya, Si Pitung tidak hanya melindungi rakyat dari para begundal (pendekar bayaran) para tuan tanah, tapi juga merampok harta kekayaan mereka, kemudian membagikannya kepada rakyat kecil. Terhadap sepak terjang Si Pitung ini, tidak hanya tuan tanah yang tidak tenang, tapi juga Belanda. Dan Jakartapun menjadi tidak aman. 

Akhirnya Belanda menurunkan Schout van Hinne, kepala kepolisian untuk menangkap Si Pitung.

SEBAGAI seorang buron yang selalu dicari - cari, Pitung tidak memiliki tempat menetap yang pasti. Dan konon berdasarkan cerita, si Pitung pernah tinggal di Kota Depok, tepatnya di salah satu gedung milik bangsawan asal Belanda, Cornelis Chastelein, yang oleh warga Depok lebih sering menyebutnya gedung tersebut sebagai rumah tua Pondok Cina, karena letaknya yang berada di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji. Dan saat ini warga Pondok Cina, Beji dan sekitarnya sering menyebutnya sebagai gedung Ba'er.

Namun sayang, bangunan tua ( Gedung Ba'er )yang berada di Jalan Margonda Raya tersebut saat ini



sudah tidak ada. Gedung yang menjadi saksi sejarah Kota Depok tersebut sudah terkepung oleh sebuah mal supermegah bernama Margonda City. Memang, projek pembangunan Margonda City tidak sampai menggusur gedung tersebut. Meski begitu, fungsi bangunan sudah berubah menjadi sebuah kafe.

Selasa, 29 Oktober 2013

GEDUNG TUA DI PONDOK CINA

Rumah tua itu tak lagi memacarkan aura kumuh dan angker. Cat warna putih yang melekat pada dinding tua tampak serasi dengan Margo City. Bahkan, kemewahan rumah tua warisan tuan tanah asal Cina, Tio Tiong Ko, tahun 1690 menambah eksotis pusat belanja termegah di Depok itu. 

Asal-usul
Rumah tua itu, bagi sejarawan Onghokham dalam buku Anti-Cina-Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina, merupakan cikal bakal daerah Pondok Cina. Sejumlah rumah berbentuk pondokan menjadi tempat berkumpul para pedagang asal Tionghoa, yang bermitra dengan saudagar Belanda tergabung dalam VOC (Verenigde Oost Companiest).
Cornelis Chasteleine, pejabat VOC, bahkan membeli lahan kepada Tio Tiong Ko seluas 1.244 hektar pada 1691 di Depok (Mampang dan Karang anyar). "Nama Pondok Cina itu sudah ada sejak awal, dalam peta abad ke-17," terang Tri Wahyuning Irsyam, kandidat doktor sejarah dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, yang meneliti sejarah perkembangan kota Depok.

Hal senada diungkap sejarawan Adolf Heuken. Katanya, nama Pondok Tjina dipakai untuk menyebut rumah tua Pondok Cina yang sekarang terletak di halaman Margo City. "Sebuah rumah sudah disebut dengan nama Pondok Tjina pada tahun 1690, waktu dimiliki oleh seorang Tionghoa," tulis Heuken dalam Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta.

Seorang saudagar Belanda yang kelak memimpin VOC, Abraham Van Rieebek, bahkan mencatat nama Pondok Tjina juga sudah tertera saat ia melakukan perjalanan untuk melihat potensi wilayah selatan pada 1704. "Perjalanannya dimulai dari Batavia-Tjililitan-Tandjung Timoer-Seringsing-Pondok Tjina-Pondok Putjung-Bodjong Manggis-Kedung Halang-Parung Angsana (sekarang menjadi Tanah Baru)," demikian dikutip Rian Timadar dalam skripsi di Universitas Indonesia, Persebaran Data Arkeologi di Permukiman Depok Abad 17-19.

Keberadaan warga Tionghoa di Pondok Cina, yang berubah nama dari Kampung Bojong pada 1918, sangat strategis. Apalagi Cornelis Chasteleine (Amsterdam, 10 Agustus 1657–28 Juni 1714, Depok) dengan 150 budak belian dari sejumlah suku di Indonesia (belakangan diberi 12 marga: Bacas, Jonathan, Samuel, Loen, Soedira, Laurens, Isakh, Jacob, Tholens, Joseph, Leander, dan Zadokh), membutuhkan sirkulasi kebutuhan bahan pangan hari-hari, yang tersedia di Pasar Cimanggis, Pasar Cisalak, dan Pasar Lama (kini Jalan Dewi Sartika, Pancoranmas).

Terpusatnya warga Tionghoa di Pondok Cina, seperti diungkap Lilie Suratminto dalam "Depok dari Masa Prakolonial ke Masa Kolonial", lantaran testamennya Cornelis Chasteleine. Di antaranya warga Cina hanya diperbolehkan berdagang pagi hingga sore di Depok sedangkan untuk bermukim tidak diperbolehkan lantaran memiliki kebiasaan kurang baik.

Namun begitu, perkembangan Pondok Cina tidak menjadi Pecinan seperti Glodok, Jakarta Barat. Memasuki abad ke-20, orang Tionghoa di daerah itu berkurang. Sebagian pindah ke Pasar Cisalak, sebagian lain entah ke mana. Penelitian mengenai hal ini masih sangat jarang.
Hingga kini, keturunan para pedagang Tionghoa di Pondok Cina sulit ditemukan. Peninggalan mereka hanyalah rumah tua dan kompleks pemakaman Tionghoa di belakangnya. Tradisi budaya mereka tak mengakar di wilayah itu. Imlek hanya terasa di Margo City dan Depok Town Square (Detos), dan tidak di permukiman warga. Jejak mereka menghilang. Mereka –meminjam istilah sejarawan Belanda Leonard Blusse– seperti "orang-orang tanpa sejarah,". Padahal mereka pernah ikut bersama-sama membangun sejarah Depok.

Sumber: Dari Berbagai Sumber

STASIUN PONDOK CINA

Stasiun Pondok Cina (POC) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Pondok Cina, Beji, Depok. Stasiun yang terletak pada ketinggian +74 m ini berada di Daerah Operasi I Jakarta. Stasiun Pondok Cina merupakan salah satu stasiun yang dekat denganUniversitas Indonesia, dan biasa digunakan oleh mahasiswa UI dan Universitas Gunadarma untuk naik-turun KRL Jabotabek. Terdapat lahan penitipan parkir untuk mobil dan 2 tempat penitipan untuk motor di Stasiun Pondok Cina.



Senin, 28 Oktober 2013

ASAL - USUL PONDOK CINA

Dulu, Pondok Cina hanyalah hamparan perkebunan dan semak-semak belantara yang bernama Kampung Bojong. Awalnya hanya sebagai tempat transit pedagang-pedagang Tionghoa yang hendak berjualan di Depok. Lama kelamaan menjadi pemukiman, yang kini padat sebagai akses utama Depok-Jakarta.

Kota Depok (dulunya kota administratif) dikenal sebagai penyangga ibukota. Para penghuni yang mendiami wilayah Depok sebagian besar berasal dari pindahan orang Jakarta. Tak heran kalau dulu muncul pomeo singkatan Depok : Daerah Elit Pemukiman Orang Kota. Mereka banyak mendiami perumahan nasional (Perumnas), membangun rumah ataupun membuat pemukiman baru.

Sebagai daerah baru, Depok menarik minat pedagang-pedagang Tionghoa untuk berjualan di sana. Namun Cornelis Chastelein pernah membuat peraturan bahwa orang-orang Cina tidak boleh tinggal di kota Depok. Mereka hanya boleh berdagang, tapi tidak boleh tinggal. Ini tentu menyulitkan mereka. Mengingat saat itu perjalanan dari Depok ke Jakarta bisa memakan waktu setengah hari, pedagang-pedagang tersebut membuat tempat transit di luar wilayah Depok, yang bernama Kampung Bojong. Mereka berkumpul dan mendirikan pondok-pondok sederhana di sekitar wilayah tersebut. Dari sini mulai muncul nama Pondok Cina.

Menurut cerita H. Abdul Rojak, sesepuh masyarakat sekitar Pondok Cina, daerah Pondok Cina dulunya bernama Kampung Bojong. “Lama-lama daerah ini disebut Kampung Pondok Cina. Sebutan ini berawal ketika orang-orang keturunan Tionghoa datang untuk berdagang ke pasar Depok. Pedagang-pedagang itu datang menjelang matahari terbenam. Karena sampainya malam hari, mereka istirahat dahulu dengan membuat pondok-pondok sederhana,” ceritanya. Kebetulan, lanjut Rojak, di daerah tersebut ada seorang tuan tanah keturunan Tionghoa. Akhirnya mereka semua di tampung dan dibiarkan mendirikan pondok di sekitar tanah miliknya. Lalu menjelang subuh orang-orang keturunan Tionghoa tersebut bersiap-siap untuk berangkat ke pasar Depok.”

Kampung Bojong berubah nama menjadi kampung Pondok Cina pada tahun 1918. Masyarakat sekitar daerah tersebut selalu menyebut kampung Bojong dengan sebutan Pondok Cina. Lama-kelamaan nama Kampung Bojong hilang dan timbul sebutan Pondok Cina sampai sekarang. Masih menurut cerita, Pondok Cina dulunya hanya berupa hutan karet dan sawah. Yang tinggal di daerah tersebut hanya berjumlah lima kepala keluarga, itu pun semuanya orang keturunan Tionghoa. Selain berdagang ada juga yang bekerja sebagai petani di sawah sendiri. Sebagian lagi bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah orang-orang Belanda. Semakin lama, beberapa kepala keluarga itu pindah ke tempat lain. Tak diketahui pasti apa alasannya. Yang jelas, hanya sisa satu orang keluarga di sana. Hal ini dikatakan oleh Ibu Sri, generasi kelima dari keluarga yang sampai kini masih tinggal di Pondok Cina.

“Tinggal saya sendiri yang masih bertahan disini,” kata ibu Sri lagi. Sekarang daerah Pondok Cina sudah semakin padat. Ditambah lagi dengan berdirinya kampus UI Depok pada pertengahan 80-an, di kawasan ini banyak berdiri rumah kost bagi mahasiswa. Toko-toko pun menjamur di sepanjang jalan Margonda Raya yang melintasi daerah Pondok Cina ini. Bahkan pada jam-jam berangkat atau pulang kerja, jalan Margonda terkesan semrawut. Maklum, karena itu tadi, pegawai maupun karyawan yang tinggal di Depok mau tak mau harus melintas di Pondok Cina.



Jumat, 18 Oktober 2013

Well Come .....

Sengaja blog ini kami buat untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang ada di Kelurahan Pondok Cina  Kecamatan Beji Kota Depok.
Semoga dengan adanya blog ini, aliran informasi akan lebih cepat sampai kepada semua pihak.